Review Film: Soulmate Mengadaptasi sebuah karya yang sudah sangat dicintai dan sukses besar adalah pedang bermata dua; ekspektasi tinggi sering kali berujung pada perbandingan yang tidak adil. Namun, film Soulmate (2023) yang disutradarai oleh Min Yong-keun berhasil menepis keraguan tersebut. Merupakan remake dari film Tiongkok fenomenal berjudul sama tahun 2016 (yang juga diadaptasi dari novel pendek), versi Korea ini hadir dengan sensibilitasnya sendiri yang lebih lembut, puitis, dan kental dengan nuansa nostalgia khas sinema Korea.
Dibintangi oleh dua aktris muda berbakat, Kim Da-mi (Itaewon Class, The Witch) dan Jeon So-nee (Our Blooming Youth), film ini menelusuri pasang surut persahabatan dua perempuan selama lebih dari satu dekade. Cerita dimulai dari pertemuan Mi-so dan Ha-eun saat masih anak-anak di Pulau Jeju, tumbuh bersama melewati masa remaja yang penuh gejolak, hingga menghadapi realitas kedewasaan yang memisahkan jalan hidup mereka. Judul “Soulmate” di sini bukan merujuk pada romansa klise, melainkan pada ikatan batin yang begitu dalam sehingga batas antara “kau” dan “aku” menjadi kabur. (berita bola)
Dinamika Persahabatan: Kebebasan vs Kestabilan
Kekuatan utama film ini terletak pada eksplorasi karakter yang kontras namun saling melengkapi. Mi-so (Kim Da-mi) adalah jiwa yang bebas, pemberontak, dan tidak takut mengambil risiko, namun di balik itu ia menyimpan kesepian dan kerinduan akan kehangatan keluarga. Sebaliknya, Ha-eun (Jeon So-nee) adalah gadis yang tenang, patuh, dan mendambakan kestabilan, namun diam-diam memendam keinginan untuk lepas dari jalur aman yang telah ditentukan untuknya.
Dinamika mereka digambarkan dengan sangat indah: mereka saling menyayangi, namun di saat yang sama juga saling iri akan kehidupan satu sama lain. Konflik mulai muncul dengan kehadiran Jin-woo (Byeon Woo-seok), pria yang disukai Ha-eun. Namun, berbeda dengan drama cinta segitiga murahan, kehadiran Jin-woo hanyalah katalis yang memaksa kedua sahabat ini untuk menghadapi ketidakamanan dan perbedaan jalan hidup mereka. Film ini dengan cerdas menunjukkan bahwa terkadang, ancaman terbesar bagi persahabatan bukanlah orang ketiga, melainkan proses tumbuh dewasa yang memaksa kita berubah menjadi orang asing bagi satu sama lain.
Seni Melukis Sebagai Bahasa Cinta
Salah satu elemen naratif yang paling menonjol dalam Soulmate adalah penggunaan seni lukis sebagai medium komunikasi. Kedua karakter utama digambarkan memiliki bakat melukis, namun dengan gaya yang mencerminkan kepribadian mereka. Ha-eun melukis dengan gaya fotorealisme yang presisi—menggambar apa yang ia lihat “seperti aslinya”. Sementara Mi-so melukis dengan gaya abstrak dan ekspresif—menggambar apa yang ia “rasakan”.
Lukisan menjadi metafora visual bagi cara mereka memandang dunia dan satu sama lain. Ada satu dialog yang sangat menyentuh di mana disebutkan bahwa untuk melukis seseorang dengan sempurna, kita harus benar-benar mencintai dan mengerti orang tersebut hingga ke detail terkecil. Adegan-adegan melukis ini disajikan dengan sinematografi yang estetis, memberikan jeda kontemplatif di tengah badai emosi cerita. Lukisan wajah yang belum selesai menjadi simbol dari hubungan mereka yang terus berkembang dan belum menemukan bentuk akhirnya hingga babak penutup.
Penampilan Emosional Kim Da-mi dan Jeon So-nee Review Film: Soulmate
Film ini tidak akan berhasil tanpa chemistry yang kuat antara kedua pemeran utamanya. Kim Da-mi sekali lagi membuktikan rentang aktingnya yang luar biasa. Ia mampu menampilkan sosok Mi-so yang terlihat tangguh dan acuh tak acuh di luar, namun memiliki tatapan mata yang rapuh. Transisinya dari remaja yang liar menjadi wanita dewasa yang lelah oleh kehidupan sangat meyakinkan.
Di sisi lain, Jeon So-nee memberikan penampilan yang tenang namun menghanyutkan. Perannya sebagai Ha-eun menuntut banyak emosi yang tertahan (restrained emotion), dan ia berhasil menyampaikan rasa sakit, kecemburuan, dan cinta yang mendalam tanpa perlu meledak-ledak. Adegan konfrontasi mereka di kamar mandi adalah puncak dari akting keduanya, di mana semua unek-unek yang dipendam selama bertahun-tahun dimuntahkan dalam dialog yang menyakitkan namun jujur.
Kesimpulan Review Film: Soulmate
Secara keseluruhan, Soulmate (2023) adalah sebuah ode yang indah untuk persahabatan perempuan. Meskipun plot utamanya setia pada materi aslinya, sutradara Min Yong-keun memberikan sentuhan akhir yang sedikit berbeda dan lebih lembut, meninggalkan kesan hangat di tengah tragisnya takdir mereka. Film ini mengajarkan bahwa belahan jiwa tidak selalu berarti seseorang yang akan terus berada di sisi kita selamanya secara fisik. Terkadang, belahan jiwa adalah orang yang membentuk siapa diri kita hari ini, bahkan jika mereka harus pergi untuk melakukannya.
Bagi penonton yang memiliki sahabat masa kecil, film ini akan terasa sangat personal dan mungkin akan menguras air mata. Soulmate adalah pengingat bahwa dalam hidup yang penuh ketidakpastian, memiliki satu orang yang benar-benar mengenal wajah asli kita—baik yang terlihat maupun yang tersembunyi—adalah anugerah terbesar. Siapkan tisu, karena paruh terakhir film ini adalah roller coaster emosional yang akan membuat hati Anda sesak sekaligus penuh.
review film lainnya ….